Isolasi DNA Plasmid dari Sel Bakteri

2013/06/23

Setelah sebelumnya kita mempelajari teknik isolasi DNA kromosom, kali ini kita akan mengulas teknik isolasi DNA plasmid dari sel bakteri. Biasanya teknik ini menjadi bagian tidak terpisahkan dalam teknik kloning gen yang melibatkan plasmid sebagai wahana (vektor) nya. Namun bisa juga digunakan dengan maksud mengambil plasmid yang mungkin terdapat pada sel bakteri. Gambar di bawah ini menunjukkan DNA plasmid (2) dan DNA kromosom (1) pada sel bakteri.

http://en.wikipedia.org/wiki/plasmid

Prosedur umum yang sering digunakan untuk mengisolasi plasmid dari sel bakteri bisa dilihat di buku Molecular Cloning karya Sambrook dan Russel (2001). Dalam buku tersebut metode isolasinya dibagi berdasarkan jumlah sample sel bakteri yang akan dilisis. Jika kuantitasnya kecil 3-5 ml, maka metode isolasi umum yang digunakan adalah lisis bakteri dengan alkali skala kecil (mini preparation.).

Tahapannya sebagai berikut:
  1. Inokulasi koloni tunggal sel bakteri ke dalam 3-5 ml medium Luria Bertani (LB) cair yang mengandung antibiotik tertentu (disesuaikan dengan gen resistensi antibiotik pada plasmid). Inkubasi biakan bakteri selama semalam pada 37 ºC dengan penggoyangan 200 rpm. 
  2. Ke dalam tabung mikro sentrifus1,5 ml dimasukkan biakan bakteri semalam. Sentrifugasi 13.000 rpm selama 2 menit. 
  3. Supernatan dibuang, pelet yang diperoleh disuspensikan dengan 200 µL Lysing Solution I dingin. Suspensi divorteks selama beberapa saat sampai semua pelet terbilas rata oleh Lysing Solution I. Suspensi diinkubasi dalam es 5 menit.
  4. Ke dalam suspensi bakteri, ditambahkan 300 µL Lysing Solution II (larutan selalu dibuat baru). Homogenkan dengan dibolak-balik (tidak divorteks). Suspensi kembali diinkubasi dalam es 5 menit.
  5. Ke dalam suspensi bakteri, ditambahan 200 µL Lysing Solution III dingin. Homogenkan kembali dengan dibolak-balik beberapa kali. Suspensi diinkubasi dalam es 5 menit.
  6. Suspensi disentrifugasi 13.000 rpm, 2 menit.
  7. Supernatan yang diperoleh dipindahkan ke tabung mikro sentrifus 1,5 ml baru. Ke dalam supernatan ditambahkan 400 µL campuran kloroform : isoamil alkohol (24:1). Suspensi divorteks beberapa saat. 
  8. Suspensi disentrifugasi 13.000 rpm, 5 menit. Cairan lapisan atas dipindahkan ke tabung mikro sentrifus1,5 ml baru. Penambahan campuran kloroform : isoamil alkohol (24:1) dapat dilakukan beberapa kali untuk meminimalisir adanya kontaminasi pada DNA plasmid yang akan diisolasi.
  9. Ke dalam supernatan ditambahkan etanol absolut (96%) sebanyak 2 x volume. Proses ini dilakukan di suhu ruang. Inkubasi supernatan pada suhu ruang selama 10-30 menit. 
  10. Larutan disentrifugasi 13.000 rpm, 5 menit. Supernatan dibuang, sedangkan pelet DNA-nya dicuci dengan penambahan 1 ml alkohol 70%. Larutan dibolak-balik beberapa kali. 
  11. Larutan kembali disentrifugasi 13.000 rpm. 5 menit. Supernatan dibuang, pelet yang diperoleh dikering-anginkan selama 7-10 menit di suhu ruang. 
  12. Pelet DNA plasmid dilarutkan 50 µL buffer TE atau ddH2O yang mengandung enzim RNase 20 µg/ml.
  13. Sample siap untuk dilakukan tahap kuantifikasi dengan spektrofotometer atau disimpan dalam pendingin -20 ºC   

Keterangan:
  • Lysing Solution I   : 2,5 ml glukosa 2 M, 2 ml EDTA 0,5 M, 2,5 ml Tris 1 M, dan 3 ml ddH2O
  • Lysing Solution II  : NaOH 200 mM, SDS 1%
  • Lysing Solution III : 60 ml kalium asetat 5 M (pH 4,8), 11,5 ml asam asetat glasial, dan ddH2O sampai volume total 100 ml
  • Buffer TE               : Tris pH 8,0 dengan HCl, EDTA 1 mM.
  • Medium LB cair (1 liter) : 5 g yeast extract, 10 g tryptone (or peptone), 10 g NaCl. 

Bioteknologi Yang Lebih Membumi!

2013/06/14

Senin sampai rabu, 10-12 Juni 2013 kemarin, Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi, Universitas Jenderal Soedirman mengadakan acara pelatihan Teknik-Teknik Dasar Bioteknologi. Acara yang dikemas cukup apik dengan mengedepankan aspek pengenalan dan pembekalan kemampuan teknis buat para pesertanya (bukan hanya sekedar teori belaka) ini cukup menarik minat masyarakat. Terbukti dengan jumlah peserta yang mencapai 22 orang (dari 23 orang pendaftar) melebihi target yang hanya 20 orang. Jumlah peserta memang sengaja dibatasi agar acara pelatihan teknis yang diadakan lebih optimal.

Dengan biaya 500 ribu untuk tiga hari pelatihan, beragam kemampuan teknis diajarkan kepada peserta, dari mulai pemipetan, hitungan kimia, sampai kepada teknik isolasi DNA dan kuantitasinya, Polymerase Chain Reaction, dan pemotongan DNA dengan enzim restriksi. Peserta juga tidak lupa dibekali praktik dry lab seperti desain primer, pembuatan marka molekul, dan analisis kekerabatan dengan pohon filogenetik.

Para instruktur, yang terdiri atas dosen dan peneliti di lingkungan Fakultas Pertanian UNSOED (Suprayogi, Ph.D, Dr. Noor Farid, Prita Sari Dewi, Ph.D, Dyah Susanti, MP., dan Sapto Nugroho Hadi, M.Biotech) dan mitranya dari PT NUTRILAB PRATAMA (Dasep, SSi dan Yoyon Arif, SSi), dibantu staf dan mahasiswa di lingkungan Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi (Eko Binnaryo Mei Adi, MP., Priyatiningsih, SP, dan Amri Susetiyo) selain mengajarkan dan melatih peserta tentang teknik-teknik dasar bioteknologi dengan prosedur dan alat konvensional, juga memberikan pelatihan bagaimana menggunakan prosedur yang praktis menggunakan kit dan alat-alat mutakhir. Tujuannya agar peserta dapat membandingkan kedua teknik tersebut dan bisa memilih teknik dan alat mana yang akan digunakan di tempat masing-masing, tentu disesuaikan dengan kemampuan instansinya.

Dari hasil yang diperoleh, terungkap bahwa teknik konvensional ternyata mampu menghasilkan data yang kurang lebih serupa dengan data yang diperoleh dari teknik bioteknologi yang menggunakan kit dan alat lebih modern. Namun tentu dari segi kepraktisan dan rentang waktu pengerjaan, teknik modern jauh lebih unggul.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari peserta, teknik dasar seperti ini sudah seharusnya sering diberikan kepada masyarakat umum agar lebih membumi. Bagi sebagian peserta ilmu bioteknologi bagaikan ilmu khayalan dan imajinatif. Mereka mengetahui tentang bioteknologi hanya sebatas dari buku ajar ataupun informasi yang mereka dapat dari media. Wajar saja ketika teknik bioteknologi ini diajarkan kepada mereka, rasa takjub bahwa ternyata DNA bisa diisolasi, dikuantitasi, dideteksi, bahkan dipotong menjadi pengalaman yang luar biasa dan bisa menjadi oleh-oleh yang berharga bagi murid, mahasiswa, atau rekan-rekan di instansi masing-masing. Sebagian peserta berharap acara pelatihan ini ada kelanjutannya agar kemampuan dan keterampilan mereka semakin terasah.

Semoga ke depannya, ilmu bioteknologi dan aplikasinya bisa lebih membumi dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dalam lingkup lebih luas.

Seribu Satu Ulah Peneliti dalam Seminar Nasional Bioteknologi

2013/05/14

Prof. Kazuhito Fujiyama (kiri) dan Prof. Hiroyuki Ohta (tengah)
sedang mempresentasikan penelitiannya
Dalam sebuah acara seminar ilmiah nasional bertajuk "Penguatan Penguasaan Bioteknologi Menuju Kemandirian Bangsa" yang diadakan oleh Pusat Studi Bioteknologi UGM, di Yogyakarta 11 Mei 2013 lalu terekam beberapa hal menarik yang telah dilakukan para peneliti dan praktisi bioteknologi.

Seorang pembicara dari Ibaraki University, Jepang, Prof. Hiroyuki Ohta, membedah tuntas bagaimana kita bisa memproduksi biofuel dari Sweet Shorgum. Kalau di Indonesia para praktisi biofuel sebagian besar masih berkutat tentang bagaimana caranya memproduksi biofuel etanol dari sumber-sumber hayati, profesor dari Jepang ini lebih memilih "meninggalkan" etanol untuk biofuel. Beliau lebih concern terhadap produksi biofuel alternatif, yaitu butanol yang ternyata potensinya jauh lebih besar dibanding etanol. Biofuel butanol memiliki kandungan energi lebih tinggi dibanding etanol, tekanan uap lebih rendah, memiliki rasio air-to-fuel menyerupai gasoline, dan cocok dengan desain mesin kendaraan sekarang. Peneliti Jepang ini mengembangkan produksi butanol dari bakteri anaerob yang diidentifikasi sebagai genus Clostridium, yang mengubah gula (sugar) atau pati (starch) menjadi solvent.


Suasana peserta Semnas Bioteknologi di Ruang Auditorium
Pascasarjana UGM, Lantai V Gedung Sekolah
Pascasarjana UGM

Lain profesor dari Ibaraki University, lain pula profesor dari Osaka University, Jepang, Prof. Kazuhito Fujiyama. Fujiyama tertarik mengembangkan Silkworm (ulat sutera) menjadi "pabrik" protein untuk kebutuhan farmasi (obat-obatan). Dan ternyata, penelitian ahli ekspresi protein dari Jepang ini didukung penuh oleh pemerintahnya karena usut punya usut pemerintah Jepang merasa was-was akan keberlangsungan industri ulat sutera di negaranya, yang dari tahun ke tahun mengalami penurunan, dari lebih dari 2 juta petani ulat sutera di tahun 1929 menjadi hanya 621 pada tahun 2012. Menurut peneliti Jepang ini, Silkworm memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai bioreaktor produksi protein rekombinan, terutama produk farmasi (misalnya interferon). Kelebihan Silkworm sebagai pabrik protein rekombinan dibanding sumber lain (misalnya sel E.coli, insect cell, dll) menurut Fujiyama adalah karena potensi keberhasilan ekspresinya hampir 100 persen (bandingkan dengan keberhasilan ekspresi protein rekombinan di sel E.coli yang hanya sekitar 60 persen atau sel serangga lain yang hanya 80 persen)! Selain itu di dalam Silkworm, ada mekanisme pasca translasi (proses protein dimodifikasi sehingga menjadi mirip dengan produksi di sel alaminya seperti tahap glikosilasi, dll). Bagi protein yang berasal dari organisme eukariot, proses modifikasi pasca translasi sangat diperlukan agar protein tidak kehilangan keaktifannya.

Melihat "ulah" peneliti Indonesia dalam poster ilmiah

Ada juga Profesor Widya Asmara dari Universitas Gadjah Mada yang dengan sangat menarik mengupas tuntas perkembangan virus influensa di dunia, khususnya di Indonesia beserta upaya pencegahan dan penanggulangannya. Profesor senior di UGM ini juga memberikan pengetahuan tentang bagaimana kita mengembangkan vaksin influensa dan potensinya untuk dikomersialisasikan. Terungkap data bahwa vaksin influensa untuk manusia di Indonesia cenderung "tidak laku", karena "kesaktian" orang-orang Indonesia, disamping sangat mudahnya virus influensa bermutasi sehingga WHO mewajibkan vaksin virus ini harus dievaluasi secara rutin setiap enam bulan. Berbeda ketika vaksin influensa dikembangkan untuk unggas, nilai ekonomisnya sangat tinggi, sehingga ramai diperebutkan.

Selain tiga pembicara di atas, sedikitnya terdapat 47 makalah ilmiah yang masuk ke meja panitia. Sebagian besar makalah ini dipresentasikan secara oral melalui sesi khusus, selain ada juga sebagian yang dipresentasikan dalam bentuk poster. Sebenarnya penulis ingin mengupas tuntas beberapa "ulah" para peneliti bidang Bioteknologi dari Indonesia ini, namun keterbatasan waktu dan kesempatan jualah yang membuat penulis kesulitan menuangkannya dalam mimbar ini. Mudah-mudahan di lain kesempatan bisa dituangkan sesi kelanjutannya.

Menjadi bagian dari praktisi Bioteknologi
adalah sebuah amanah yang membanggakan

Pelatihan Teknik BIOTEKNOLOGI

2013/05/13

Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi
Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Akan MENGADAKAN: Pelatihan Teknik Bioteknologi Lengkap
pada 10-12 Juni 2013

Bertempat di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi
Faperta, UNSOED
Jl. Dr. Soeparno Karangwangkal Purwokerto 53123
Telp./Fax. (0281) 638791
Email: pelatihanbiotek.unsoed@gmail.com
HP: 081270030300


MATERI PELATIHAN:
  1. Teknik Isolasi DNA bakteri & tanaman
  2. Analisis Kualitatif & Kuantitatif DNA dengan Spektrofotometer dan Elektroforesis
  3. Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
  4. Primer Design
  5. Cutting DNA dengan ENZIM RESTRIKSI
  6. Molecular Marker
  7. Analysis of Phylogenetic Tree

PEMATERI:
Dosen dan Praktisi di Bidang Bioteknologi dan Biologi Molekuler lulusan dalam (UNSOED, UGM, IPB) dan luar negeri (Inggris, Jepang, Kanada)
  1. Ir. Suprayogi, M.Sc., Ph.D
  2. Dr. Ir. Noor Farid, M.Si.
  3. Dr. Prita Sari Dewi, SP., M.Sc.
  4. Dyah Susanti, SP., M.P.
  5. Sapto Nugroho Hadi, S.Si., M.Biotech.
  6. DLL

BIAYA PELATIHAN:
Setiap peserta dikenakan kontribusi biaya sebesar Rp 500.000


TARGET PESERTA:
Mahasiswa, Guru, Dosen, dan Praktisi di Lingkungan Sekolah Menengah Atas dan Perguruan Tinggi
Jumlah Peserta TERBATAS! Hanya 25 Orang Saja!

Vektor Kloning

2013/01/25

Membicarakan teknik biologi molekuler (kloning gen), tidak lengkap rasanya jika kita tidak mengulas mengenai vektor kloning. Vektor kloning menjadi penting karena dia berperan sebagai media agar target DNA bisa diperbanyak untuk selanjutnya diekspresi menjadi protein yang diinginkan. Analogi sederhananya adalah ketika kita hendak pergi ke mall yang jaraknya jauh untuk berbelanja, kita tentu memerlukan alat transportasi untuk mencapainya (bisa angkot, motor, mobil pribadi). Seperti alat transportasi inilah peran vektor kloning. Meskipun tidak 100% sama karena alat transportasi akan kita tinggalkan jika kita sudah mencapai mall yang kita tuju, sementara vektor kloning tetap diperlukan, meskipun target DNA kita sudah masuk ke dalam sel organisme inang yang diinginkan.

Ada sangat banyak vektor kloning yang tersedia saat ini, seperti plasmid, cosmid, yeast artificial chromosomes (YACs), bacterial artificial chromosomes (BACs), phage, transposon, dll. Vektor kloning yang kita gunakan setidaknya harus memenuhi beberapa persyaratan:
  1. Mengandung replicon yang memungkinkan vektor kloning mereplikasi (mencopy) dirinya sendiri saat di dalam sel inang.
  2. Ukurannya cukup kecil dan tidak terdegradasi selama pemurnian
  3. Mengandung gen penanda selektif (selectable marker) yang berperan dalam tahap penyeleksian sel inang apakah telah mengandung vektor rekombinan atau tidak. 
  4. Memiliki daerah pemutusan yang unik (multi cloning site) sehingga memungkinkan vektor rekombinan dipotong secara enzimatis sehingga target DNA dapat diperoleh kembali. 
  5. Beberapa vektor yang diperlukan untuk tahap ekspresi gen menjadi protein harus mengandung sekuen promoter, terminator, dan ribosome binding sites.

Plasmid

Merupakan vektor kloning yang paling banyak digunakan untuk inang sel bakteri. Umumnya berukuran <5 kb, berbentuk DNA sirkular utas ganda, yang biasanya secara alami ada di sel bakteri. Plasmid mengandung kemampuan memperbanyak dirinya sendiri (syaratnya harus berada di dalam sel inang bakteri) dari mulai 1 copy per sel, 10-20 copy per sel sampai 1000 copy per sel. Kemampuan memperbanyak dirinya sendiri ini karena plasmid memiliki titik replikasi (origin of replication). Plasmid juga memiliki multi cloning site (MCS), yaitu daerah yang dikenali enzim restriksi endonuklease, yang memungkinkan plasmid disambung dengan target DNA. 

Disamping memiliki kelebihan, vektor kloning plasmid memiliki beberapa kekurangan, seperti ukuran target DNA yang bisa disisipkan terbatas (sekitar 10 kb), untuk target DNA yang ukurannya besar seringkali sulit ditangani dan mudah terdegradasi, kemampuan untuk masuk ke sel inang bakteri (transformasi) semakin menurun dengan semakin besarnya ukuran plasmid. Gambar di bawah ini adalah salah satu contoh vektor kloning plasmid yang pernah saya gunakan:

Gambar salah satu plasmid yang digunakan dalam teknik kloning (sumber: Promega)

Bersambung....







Sintesis Molekul Rekombinan

2013/01/24

Sintesis molekul rekombinan (gabungan dari dua sumber DNA berbeda) merupakan tahapan penting dalam teknik kloning gen. Ada dua tahapan dalam konstruksi suatu molekul rekombinan, yaitu tahap pemotongan fragmen DNA target (yang hendak kita perbanyak) dan DNA vektor kloning (misalnya plasmid) dan tahap penyambungan (ligasi) DNA target ke dalam vektor kloning.

Teknik pemotongan fragmen DNA bukan perkara yang mudah. Teknik ini melibatkan kerja dari suatu enzim yang dikenal dengan enzim restriksi endonuklease. Enzim ini memotong secara spesifik fragment DNA dengan urutan basa tertentu. Daerah yang dipotong enzim ini dikenal dengan daerah restriksi. Enzim ini bekerja memutus ikatan fosfodiester dari di antara dua basa dalam fragment DNA. Sebagai contoh enzim restriksi endonuklease EcoRI akan memutus fragmen DNA yang memiliki urutan basa DNA: GAATTC. Enzim ini akan memutus ikatan fosfodiester di antara basa G dan A (lihat gambar).

Biasanya dalam teknik pemotongan terget DNA maupun DNA vektor kloning digunakan dua macam enzim restriksi endonuklease tipe II yang berbeda daerah pemutusannya. Saya pernah menggunakan enzim EcoRI dan BamHI secara bersamaan untuk memotong target DNA dan vektor kloning yang saya pakai. Tahapan pemilihan dua enzim yang berbeda ini menjadi penting agar di dalam tahapan selanjutnya (tahap penyambungan kedua fragmen DNA) tidak terjadi kesalahan (urutan fragmen target DNA terbalik menyambung di DNA vektor kloning).

Sebagai tips, gunakan enzim restriksi yang menghasilkan ujung pemotongan lengket (sticky end) seperti pada enzim EcoRI, bukan ujung tumpul (blunt end). Ujung lengket akan lebih memudahkan kita dalam menyambungankan dua fragmen DNA ini.

Setelah dua enzim terpotong dengan baik, tahap selanjutnya adalah penyambungan dua fragmen DNA yang sudah terpotong dengan bantuan enzim ligase. Enzim ligase bekerja mengkatalisis pembentukkan ikatan fosfodiester di antara ujung 3' hidroksil dan ujung 5' fosfat pada fragmen DNA yang hendak disambungkan. Skema pemotongan sekaligus penyambungan kedua fragmen DNA dilukiskan dalam gambar di bawah ini:

Tahapan Konstruksi Mokelul Rekombinan
Dalam teknik kloning gen, kedua tahapan ini menjadi penting karena menjadi teknik yang sangat menentukan apakah target DNA kita bisa diklon (diperbanyak) atau tidak nantinya. Jika tahap konstruksi molekul rekombinan ini gagal, maka gagal pula tahapan selanjutnya.



Polymerase Chain Reaction

2013/01/23

Polymerase Chain Reaction merupakan metode yang umum digunakan dalam teknik biologi molekuler. Teknik ini bertujuan untuk mengamplifikasi (memperbanyak) sekuen asam nukleat menggunakan polimerisasi berulang dari sekuen DNA. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Kary B. Mullis pada pertengahan 1985.

Tahapan PCR
Kebutuhan penting bagi berlangsungnya proses amplifikasi dengan teknik PCR adalah
  1. Tersedianya dua primer oligonukleotida sintetik (panjangnya sekitar 20 nukleotida) yang susunan basanya komplemen (berpasangan) dengan utas DNA cetakan (target amplifikasi)
  2. Sekuen target yang akan diamplifikasi (panjangnga sekitar 100-5000 pasang basa)
  3. Enzim DNA polimerase termostabil yang tahan sampai suhu tinggi (misalnya 95 derajat celcius)
  4. Empat molekul deoksiribinukleotida (bahan penyusun utas DNA yang akan dibuat)
(Sumber: Glick & Pasternak, 1994)

Proses PCR memerlukan sejumlah siklus untuk mengamplifikasi suatu sekuen DNA spesifik. Setiap  siklus terdiri atas tiga tahap berkelanjutan, yaitu denaturasi, annealing (hibridisasi), dan ekstensi (polimerisasi) - lihat gambar.


Pada tahap denaturasi, contoh DNA didenaturasi termal  dengan mengatur suhu sampai 95oC. Proses ini menyebabkan DNA utas ganda menjadi DNA utas tunggal. 

Pada tahap annealing, suhu campuran secara lambat didinginkan sampai mencapai ~55oC atau sesuai melting temperature (Tm) dari oligonukleotida primer. Selama tahap ini, basa primer berpasangan dengan sekuen komplementernya di dalam DNA sumber (target). Oligonukleotida primer melekat pada masing-masing utas tunggal DNA dengan arah yang berlawanan (satu primer melekat pada ujung utas DNA yang satu sedangkan primer yang lain melekat pada ujung utas DNA komplementernya). 

Pada tahap ekstensi, suhu dinaikkan menjadi ~72oC. Selama tahap ini, enzim Taq DNA Polymerase mengkatalisis reaksi penambahan mononukleotida pada primer yang sesuai dengan utas DNA komplemen yang berada di sebelahnya. Suhu pada setiap tahap diatur sedemikian rupa sehingga dihasilkan amplifikasi sekuen target DNA yang efisien (Saiki et al. 1989). 


Catatan:
  • Melting temperature : suhu yang diperlukan untuk membuat DNA utas ganda menjadi DNA utas tunggal.
  • Contoh sekuen primer yang komplemen terhadap DNA sumber (target)
http://www.ars.usda.gov 




Isolasi DNA Kromosom

2013/01/22

http://ehrig-privat.de/ueg/images/dna-structure.jpg
Isolasi DNA merupakan metode awal dalam teknik kloning gen. DNA yang mengandung gen target terlebih dahulu diisolasi (diekstraksi) dari sel asal (bisa sel bakteri, tanaman, hewan, atau manusia). Protokol yang ideal  untuk isolasi adalah mudah, murah, dan cocok diaplikasikan untuk sample dalam jumlah kecil.

Isolasi DNA yang paling mudah menggunakan detergen, garam, dan alkohol. Detergen berguna untuk merusak struktur sel, garam dapat terikat pada DNA, dan alkohol (etanol) digunakan untuk mengendapkan DNA, selain untuk membersihkan DNA dari sisa-sisa komponen sel yang lain.

Prinsip Isolasi DNA
  • Preparasi sel sumber
    • Sel dilisis dengan SDS (sodium dodecyl sulfate), DTT, atau Proteinase K
  • Pelisisan membran sel/organel/nukleus menggunakan:
    • Fenol : Kuat melisis mebran sel, tetapi toksik
    • Guanidine isothiosianate : Tidak toksik, digunakan sebagai pengganti fenol
  • Denaturasi senyawa organik dalam sel dengan:
    • Kloroform : Prosedur sederhana dan murah
    • Proteinase K : Untuk mendenaturasi protein, perlu inkubasi
  • Presipitasi (pengendapan) DNA dengan penambahan:
    • Isopropanol
    • Etanol absolut dan sodium asetat dengan perbandingan 1:1
  • Pencucian atau Purifikasi DNA menggunakan:
    • Etanol 70%
Isolasi DNA Sel Eukariot Protozoa dengan Metode Chelex (Chelating Ion Exchange) Resin
  1. Disiapkan larutan 5-20% Chelex di dalam 1X buffer Tris-EDTA (simpan segera di 4ºC jika tidak digunakan). 
  2. Persiapan sample:
    • Sample sel ditambahkan 1 ml saponin/PBS 0,5% dingin dan diinkubasi semalam pada 4ºC.
    • Sample disentrifugasi 12.000 rpm, 10 menit untuk mendapatkan peletnya.
    • Pelet dicuci dengan 1 ml PBS pH 7.2 dan disentrifus lagi pada 4000 rpm, 5 menit (3x).
    • Pelet ditambahkan 50 µL dH2O steril dan 200 µL suspensi Chelex 20%.
    • Suspensi diinkubasi dalam penangas air mendidih selama 8 menit dengan sesekali divorteks setiap 3 menit.
    • Suspensi disentrifugasi 12.000 rpm selama 10 menit untuk mendapatkan supernatanya.
    • Supernatan yang diperoleh dipindahkan ke tabung baru dan disimpan pada -20oC. DNA hasil isolasi siap digunakan untuk tahap selanjutnya.
Isolasi DNA dari Sel Tanaman dengan Metode CTAB

  1. Sterilisasi semua alat yang akan digunakan (mortar, )menggunakan autoklaf suhu 121ºC, tekanan 15 psi, selama 30 menit.
  2. Siapkan sample tanaman misalnya daun yang masih muda berusia sekitar 3 minggu.
  3. Daun dicacah menggunakan gunting dan dimasukkan dalam mortar.
  4. Tambahkan nitrogen cair secukupnya dan gerus daun hingga halus. Lakukan pengulangan beberapa kali sampai daun benar-benar halus.
  5. Daun yang sudah halus ditambahkan 500 µL buffer CTAB (kandungannya: CTAB 10 ml, PVP 0,4 g, dan betha merkapto etanol 50 µL).
  6. Larutan sample dimasukkan dalam tabung sentrifus mikro steril 1,5 ml.
  7. Sample diinkubasi dalam waterbath suhu 65ºC selama 60 menit (setiap 10 menit, sample dibolak-balik agar homogen).
  8. Ke dalam sample ditambahkan 500 µL campuran kloroform : isoamil alkohol (24:1). Sample dihomogenkan dengan dibolak-balik selama beberapa kali.
  9. Sample disentrifugasi pada 14.000 rpm selama 7 menit.
  10. Lapisan paling atas dipindahkan ke tabung mikrosentrifus steril baru. Untuk meminimalisir pengotor pada DNA yang akan disolasi, penambahan campuran kloroform : isoamil alkohol (24:1) bisa dilakukan beberapa kali. 
  11. Ke dalam larutan sample ditambahkan amonium asetat dingin sebanyak 0,08 x volume dan isopropanol dingin sebanyak 0,54 x volume. Tahapan ini berguna untuk mengendapkan DNA target.
  12. Larutan diinkubasi dalam es selama 30 menit. Tahap ini juga berguna untuk membantu percepatan pengendapan DNA target.
  13. Sample disentrifugasi 15 menit pada 14.000 rpm.
  14. Supernatan dibuang, sementara pelet DNA yang diperoleh ditambahkan 700 µL alkohol 70%. Sample dibolak-balik beberapa kali agar semua bagian DNA terbilas alkohol.
  15. Sample kembali disentrifugasi pada 14.000 rpm selama 1 menit.
  16. Supernatan dibuang, pelet yang diperoleh ditambahkan 700 µL alkohol 95%. Sample dibolak-balik beberapa kali. 
  17. Sample disentrifugasi selama 1 menit pada 14.000 rpm. Supernatan dibuang, sementara pelet DNA yang diperoleh dikering-anginkan 15 menit. 
  18. Setelah kering, pelet DNA disuspensikan dengan penambahan 50 µL buffer TE.
  19. DNA siap digunakan untuk analisis selanjutnya seperti kuantitasi DNA dengan spektrofotometer atau disimpan pada -20ºC.


Catatan:
  • Isolasi DNA target dari sel tumbuhan lebih sulit karena pada tumbuhan banyak menghasilkan metabolit sekunder yang disimpan di vakuola. Sementara vakuola sendiri ukurannya relatif besar.
  • Jika pada tahapan isolasi DNA target, vakuola pecah, maka sudah bisa dipastikan metabolit sekunder dalam vakuola akan menjadi penggangu atau kontaminan. 



Kloning Gen

Perkembangan bioteknologi semakin menarik ketika era rekayasa genetika datang di tahun 70-an. Saat itu mulai dipublikasikannya teknik rekombinan DNA oleh Stanley Cohen dari Stanford University dan Herbert Boyer dari University of California. Dengan teknik ini kita dimungkinkan memproduksi protein di dalam sel yang dikultur. Orang menyebut era ini dengan era bioteknologi modern.

Dalam teknik rekombinan DNA, satu DNA yang menjadi target (misalnya DNA yang mengandung gen Insulin untuk memproduksi protein insulin yang penting untuk terapi penyakit diabetes) disambungkan dengan DNA lain yang menyebabkan DNA target bisa digandakan dalam jumlah yang besar. DNA lain yang disambungkan dengan DNA target ini kita kenal dengan cloning vector (contohnya plasmid, cosmid, Bacterial Artificial Chromosomes, Yeast Artificial Chromosomes, dll).

Ketika DNA target berhasil disambungkan (melalui teknik enzimatis) dengan DNA Cloning Vector (misalnya plasmid), maka terlahirlah DNA rekombinan. DNA rekombinan ini yang nantinya akan kita perbanyak dengan teknik kloning gen (bukan teknik kloning untuk menghasilkan individu baru looh, seperti kasus domba dolly!).

Berikut sedikit saya perlihatkan skema teknik kloning gen untuk menghasilkan atau memperbanyak (klon) DNA target kita (diambil dari riset tesis S2 saya).



Melihat skema di atas, untuk memperbanyak DNA terget melalui teknik kloning butuh tahapan yang tidak sedikit, dari mulai isolasi DNA target, lalu perbanyakannya melalui teknik PCR (polymerase chain reaction), pemurnian DNA target, penyambungan DNA target dengan DNA vector cloning (saya menggunakan plasmid pCR 2.1-TOPO) sehingga menghasilkan vector rekombinan, teknik pentransferan vector rekombinan ke inang tertentu (dalam hal in dipilih bakteri Escherichia coli TOP10) untuk perbanyakan, sampai teknik sekuensing untuk melihat urutan DNA target yang sudah diperbanyak apakah masih benar atau tidak.

Insya Alloh teknik-teknik ini akan dibahas lebih detail pada kesempatan yang akan datang.






Mengenal Bioteknologi

2013/01/20

Menurut United Nation Convention on Biological Diversity, bioteknologi adalah aplikasi teknologi yang menggunakan sistem biologi, organisme hidup, atau turunannya untuk membuat, mengembangkan, atau memodifikasi suatu produk atau proses untuk tujuan khusus tertentu.

Aplikasi Bioteknologi


Bioteknologi bukan ilmu kemarin sore. Sudah sejak ribuan tahun yang lalu peran bioteknologi bagi kehidupan manusia telah dirasakan, bahkan sampai kini, dan di masa yang akan datang. Bahkan sebagian orang meyakini, bioteknologi akan menjadi bidang ilmu masa depan yang paling berperan dalam kehidupan umat manusia. Semua bidang kehidupan manusia bisa merasakan tangan dingin ilmu bioteknologi seperti bidang pertanian, peternakan, kedokteran, dan lain sebagainya.


Semua ini tidak terlepas dari keterkaitan erat bioteknologi dengan ilmu-ilmu biologi murni seperti genetik, mikrobiologi, kultur sel hewan, biologi molekuler, biokimia, embriologi, dan biologi sel. Ilmu-ilmu ini yang menjadi dasar berkembang pesatnya bioteknologi. Apalagi dengan tambahan dukungan dari pengetahuan dan metode-metode yang berkembang di bidang teknik kimia, teknik bioproses, bioinformatik, dan biorobotik. 


Sejarah Bioteknologi


Selama ribuan tahun, manusia telah menggunakan pembiakan selektif untuk meningkatkan produksi tanaman dan ternak untuk kebutuhan hidup manusia. Dalam pemuliaan selektif, organisme dengan karakteristik yang diinginkan dikawinkan untuk menghasilkan keturunan dengan karakteristik yang sama. Teknik ini misalnya digunakan untuk menyeleksi bibit jagung yang menghasilkan hasil panen yang tinggi dan memiliki rasa termanis. Inilah awal perkembangan bioteknologi tradisional.


Bioteknologi juga dimanfaatkan dalam bidang fermentasi bir di Mesopotamia, Mesir, dan India. Dalam pembuatan bir, pati dari biji-bijian dikonversi oleh enzim menjadi gula. Lalu dengan tambahan ragi, gula tersebut dikonversi menjadi bir. Dalam proses ini, karbohidrat dalam biji-bijian yang dipecah menjadi alkohol seperti etanol. 


Bioteknologi juga digunakan dalam pengembangan antibiotika. Tahun 1928, Alexander Fleming menemukan jamur yang dapat menghasilkan penisilin sebagai obat untuk infeksi bakteri pada manusia.


Tahun 70-an, perkembangan bioteknologi semakin menarik. Inilah awal dimulainya era bioteknologi modern. Di tahun 1972, ditemukannya teknologi baru dalam transfer materi genetik ke dalam bakteri oleh Herbert W. Boyer dari Universitas California dan Stanley N. Cohen dari Universitas Stanford. Teknologi ini memungkinkan kita memperbanyak material genetik di bakteri, yang nantinya bisa diarahkan untuk menghasilkan protein tertentu misalnya hormon insulin untuk terapi penyakit diabetes.







Sekapur Sirih


Blog GoBiotech berisi informasi seputar bidang ilmu bioteknologi, baik berupa teori dasar maupun terapan, didukung dengan hasil perkembangan terbaru penelitian bioteknologi di Indonesia dan mancanegara.

Kehadiran blog GoBiotech mudah-mudahan mampu memberikan kontribusi positif bagi perkembangan bioteknologi di Indonesia, terutama untuk kalangan mahasiswa yang sedang mendalami bidang ilmu masa depan ini.

Karena menyadari segala keterbatasan ilmu yang dimiliki, kontributor blog GoBiotech dengan tangan terbuka dan senang hati menerima segala kritik dan saran dari semua pengunjung. Begitu pula jika para pengunjung berkenan memberikan kontribusi aktifnya. 

Salam hangat!





Sapto Nugroho Hadi
bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online